Jakarta – Menyusul penangkapan sejumlah anggotanya oleh pihak kepolisian terkait kasus dugaan pemerasan terhadap pedagang dan pemilik usaha di wilayah Depok dan Jakarta Selatan, Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) Forum Betawi Rempug (FBR) menyatakan sikap resmi. Ketua Umum FBR, Luthfi Hakim, menegaskan pihaknya menghormati proses hukum yang sedang berjalan dan siap memberikan sanksi internal terhadap anggota yang terbukti bersalah.

Penangkapan anggota FBR ini dilakukan oleh Tim Jatanras (Kejahatan dan Kekerasan) Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya pada Jumat (16/5), berbarengan dengan Operasi Berantas Jaya yang digencarkan Polda Metro Jaya untuk menindak aksi premanisme di wilayah Jabodetabek. Anggota FBR yang diamankan diduga terlibat dalam praktik pemalakan yang telah berlangsung sejak tahun 2021.

Modus pemerasan yang dilakukan oleh oknum anggota FBR ini beragam, mulai dari memeras pedagang asongan dan pekerja bangunan, hingga memungut uang bulanan dari pemilik toko dan ruko di beberapa wilayah di Depok dan Jakarta Selatan, seperti di sekitar kawasan Bojongsari dan Permata Hijau. Pungutan liar tersebut seringkali berdalih sebagai ‘uang keamanan’.

Ketua Umum FBR, Luthfi Hakim, menyatakan responsnya terkait penangkapan ini. Ia mendukung penuh langkah aparat kepolisian dalam menindak anggota FBR yang terbukti melakukan tindak pidana.

“Kami mendukung dan menghormati proses hukum terhadap anggotanya tersebut. Biarkan proses hukum yang berbicara,” ujar Luthfi Hakim.

Luthfi Hakim menekankan bahwa tindakan kriminal yang dilakukan oleh oknum anggota FBR merupakan perbuatan individu dan tidak mencerminkan sikap atau ajaran organisasi secara keseluruhan. Menurutnya, tindak kriminal adalah masalah personal pelakunya, bukan terkait dengan identitas etnis, agama, atau organisasinya.

“Tindak kriminal itu soal manusianya, bukan etnis, agama atau organisasinya,” tegas Luthfi Hakim.

Sebagai bentuk tanggung jawab dan komitmen menjaga nama baik organisasi, FBR menyiapkan sanksi internal bagi anggota yang terbukti terlibat dalam dugaan pemerasan ini. Sanksi yang disiapkan bervariasi, mulai dari pencabutan Kartu Tanda Anggota (KTA) sementara hingga pemberhentian keanggotaan secara permanen, tergantung pada tingkat keterlibatan dan pelanggaran yang dilakukan.

Selain sanksi, FBR juga berkomitmen untuk melakukan evaluasi dan upaya pembinaan terhadap anggotanya guna mencegah terulangnya kejadian serupa di masa mendatang. Pembinaan ini diharapkan dapat membangun karakter dan jati diri anggota FBR agar tidak terlibat dalam tindakan melanggar hukum dan meresahkan masyarakat.

Luthfi Hakim berharap kejadian penangkapan ini bisa menjadi pelajaran berharga bagi seluruh anggota FBR yang lain agar tidak meniru perilaku pemalakan atau tindakan kriminal lainnya. Ia mengingatkan bahwa tindakan melanggar hukum tidak hanya merugikan diri sendiri, tetapi juga mencoreng nama baik organisasi dan merugikan keluarga.

Ketua Umum FBR juga meminta peran serta masyarakat untuk membantu mengawasi perilaku anggota FBR di lapangan. Jika masyarakat menemukan anggota FBR yang melakukan tindakan melanggar hukum, Luthfi Hakim mengimbau agar tidak ragu melaporkannya kepada pihak kepolisian.

Penangkapan anggota ormas terkait pemerasan ini merupakan bagian dari upaya masif aparat kepolisian dalam memberantas aksi premanisme yang meresahkan dunia usaha dan masyarakat. Pihak kepolisian telah berulang kali menegaskan tidak akan memberikan ruang bagi ormas atau kelompok manapun yang melakukan pungutan liar, intimidasi, atau tindakan kriminal lainnya.

FBR, sebagai salah satu ormas besar di Jakarta dan sekitarnya, menyatakan dukungannya terhadap upaya kepolisian dalam menciptakan situasi keamanan dan ketertiban masyarakat yang kondusif. Dengan menghormati proses hukum, memberikan sanksi internal, dan berkomitmen pada pembinaan anggota, FBR berupaya menunjukkan bahwa organisasi mereka tidak menolerir tindakan kriminal oleh anggotanya dan tetap ingin berkontribusi positif bagi masyarakat.